Problema dan Solusi Madrasah Diniyah
I. PENDAHULUAN
Masyarakat Indonesia kini sedang
berada dalam masa transformasi. Era reformasi telah lahir dan
masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam semua aspek
kehidupannya. Masa demokrasi telah Melahirkan berbagai jenis pendapat,
pandangan, konsep, yang tidak jarang yang satu bertentangan dengan yang
lain, antara lain berbagai pandangan mengenai bentuk masyarakat dan
bangsa Indonesia yang dicita-citakan di masa depan.
Kita memerlukan suatu perubahan
paradigma dari pendidikan untuk menghadapi proses globalisasi dan menata
kembali kehidupan masyarakat Indonesia. Cita-cita era reformasi tidak
lain ialah membangun suatu masyarakat madani Indonesia. Mencermati
realitas sosial pendidikan Islam untuk Saat ini, tampaknya banyak
perubahan pengembangan pada institusi pendidikan Islam.
Untuk melakukan pengembangan itu antara lain dengan melakukan sebuah
refleksi pemikiran yang eksploratif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah,
seperti berupa penelitian, seminar, ceramah ilmiah, simposium, lokakarya
dan lain sebagainya dalam rangka menyongsong hari esok yang lebih baik
dan menjanjikan. Salah satu hasil yang mengembirakan bagi tranformasi
pendidikan Islam di zaman orde reformasi adalah hasil amandemen ke-4
pasal 31 UUD 1945 dan diundangkannya UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas serta diberlakukannya PP. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan
agama dan pendidikan keagamaan, dengan demikian eksistensi pendidikan
Islam semakin diakui dalam tatanan pendidikan nasional.
Sebelum lahirnya UU sisdikdas
No. 20 tahun 2003, Madrasah Diniyah dikenal sebagai Madrasah[1] yang
mempunyai peran melengkapi dan menambah Pendidikan Agama bagi anak-anak
yang bersekolah di sekolah-sekolah umum pada pagi hingga siang hari,
kemudian pada sore harinya mereka mengikuti pendidikan agama di Madrasah
diniyah. Tumbuh Kembangnya Madrasah Diniyah
ini di latarbelakangi oleh keresahan sebahagian orang tua siswa, yang
merasakan pendidikan agama di sekolah umum kurang memadai untuk
mengantarkan anaknya untuk dapat melaksanakan ajaran Islam sesuai dengan
yang diharapkan. berangkat dari kebutuhan masyarakat akan jenis lembaga
seperti inilah Madrasah Diniyah tetap dapat bertahan. Walaupun hingga
Saat ini Madrasah diniyah kurang mendapatkan perhatian khusus dari
pemerintah, baik pemenuhan anggaran maupun bantuan Ketenagaan, Namun
Peran Penting Madrasah Diniyah merupakan hal yang sangat penting dalam
sistem pendidikan yang harus dipikirkan bersama.[2]
Madrasah Diniyah
merupakan lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran
secara klasikal yang bertujuan untuk memberi tambahan pengetahuan agama
Islam kepada pelajar-pelajar yang merasa kurang menerima pelajaran agama
Islam di sekolahannya. Keberadaan lembaga ini sangat menjamur
dimasyarakat karena merupakan sebuah kebutuhan pendidikan.
Penyelenggaraan Madrasah Diniyah
mempunyai Ciri berbeda dan Orientasi yang beragam. perbedaaan tersebut
disebabkan oleh faktor yang mempengaruhinya, seperti latar belakang
yayasan atau pendiri Madrasah Diniyah, Budaya Masyarakat Setempat,
Tingkat Kebutuhan Masyarakat terhadap pendidikan agama dan kondisi
ekonomi masyarakat dan lain sebagainya[3].
Perkembangan Madrasah diniyah
telah mengalami kemajuan pesat, namun dibalik itu, Perkembangan Madrasah
diniyah masih mangalami berbagai kendala, baik dalam sistem Kurikulum,
Metode, Pendanaan, Ketenagaan dan lain sebagainya. Berangkat dari
permasalahan di atas maka secara rinci makalah ini akan membahas
Mengenai MADRASAH DINIYAH (Problema dan Solusi).
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Lahirnya Madrasah Diniyah
Madrasah Diniyah adalah salah
satu lembaga pendidikan keagamaan pada jalur luar sekolah yang
diharapkan mampu secara menerus memberikan pendidikan agama Islam kepada
anak didik yang tidak terpenuhi pada jalur sekolah yang diberikan
melalui sistem klasikal serta menerapkan jenjang pendidikan yaitu:
Madrasah Diniyah Awaliyah, dalam menyelenggarakan pendidikan agama Islam
tingkat dasar selama selama 4 (empat) tahun dan jumlah jam belajar 18
jam pelajaran seminggu, Madrasah Diniyah Wustho, dalam menyelenggarakan
pendidikan agama Islam tingkat menengah pertama sebagai pengembangan
pengetahuan yang diperoleh pada Madrasah Diniyah Awaliyah, masa belajar
selama selama 2 (dua) tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam pelajaran
seminggu dan Madrasah Diniyah Ulya, dalam menyelenggarakan pendidikan
agama Islam tingkat menengah atas dengan melanjutkan dan mengembangkan
pendidikan Madrasah Diniyah Wustho, masa belajar 2 (dua) tahun dengan
jumlah jam belajar 18 jam per minggu.[4]
Madrasah diniyah dilihat dari stuktur bahasa arab berasal dari dua kata madrasah
dan al-din. Kata madrasah dijadikan nama tempat dari asal kata darosa
yang berarti belajar. Jadi madrasah mempunyai makna arti belajar,
sedangkan al-din dimaknai dengan makna keagamaan. Dari dua stuktur kata
yang dijadikan satu tersebut, madrasah diniyah berarti tempat belajar
masalah keagamaan, dalam hal ini agama islam[5].
Kesadaran Masyarakat Islam akan
pentingnya Pendidikan Agama telah membawa kepada arah pembaharuan dalam
Pendidikan. Salah satu Pembaharuan Pendidikan Islam di indonesia di
tandai dengan lahirnya beberapa Madrasah Diniyah, seperti Madrasah
Diniyah (Diniyah School) yang didirikan oleh Zainuddin Labai al Yunusi
tahun 1915[6] dan Madrasah diniyah Putri yang didirikan oleh Rangkayo
Rahmah El Yunusiah tahun 1923.[7] Dalam sejarah, Keberadaaan Madrasah
diniyah di awali lahirnya Madrasah Awaliyah telah hadir pada masa
Penjajahan Jepang dengan pengembangan secara luas. Majelis tinggi Islam
menjadi penggagas sekaligus penggerak utama berdirinya Madrasah-Madrasah
Awaliyah yang diperuntukkan bagi anak-anak berusia minimal 7 tahun.
Program Madrasah Awaliyah ini lebih ditekankan pada pembinaan keagamaan
yang diselenggarakan sore hari.[8]
Berdasarkan Undang-undang
Pendidikan dan Peraturan Pemerintah, Madrasah Diniyah adalah bagian
terpadu dari pendidikan nasional untuk memenuhi Permintaan masyarakat
tentang pendidikan agama. Madrasah Diniyah termasuk ke dalam pendidikan
yang dilembagakan dan bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik dalam
penguasaan terhadap pengetahuan agama Islam.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang ditindaklanjuti dengan disyahkannya PP
No. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan memang menjadi
babak baru bagi dunia pendidikan agama dan keagamaan di Indonesia[9].
Karena itu berarti negara telah menyadari keanekaragaman model dan
bentuk pendidikan yang ada di Indonesia. Keberadaan peraturan
perundangan tersebut telah menjadi ”tongkat penopang” bagi madrasah
diniyah yang sedang mengalami krisis identitas. Karena selama ini,
penyelenggaraan pendidikan diniyah ini tidak banyak diketahui bagaimana
pola pengelolaannya. Tapi karakteristiknya yang khas menjadikan
pendidikan ini layak untuk dimunculkan dan dipertahankan eksistensinya.
Sebagian Madrasah Diniyah
khususnya yang didirikan oleh organisasi-organisasi Islam, memakai nama
Sekolah Islam, Islamic School, Norma Islam dan sebagainya. Setelah
Indonesia merdeka dan berdiri Departemen Agama yang tugas utamanya
mengurusi pelayanan keagamaan termasuk pembinaan lembaga-lembaga
pendidikan agama, maka penyelenggaraan Madrasah Diniyah mendapat
bimbingan dan bantuan Departemen Agama.
Dalam perkembangannya, Madrasah
Diniyah yang didalamnya terdapat sejumlah mata pelajaran umum disebut
Madrasah lbtidaiyah. sedangkan Madrasah Diniyah khusus untuk pelajaran
agama. Seiring dengan munculnya ide-ide pembaruan pendidikan agama,
Madrasah Diniyah pun ikut serta melakukan pembaharuan dari dalam.
Beberapa organisasi penyelenggaraan Madrasah Diniyah melakukan
modifikasi kurikulum yang dikeluarkan Departemen Agama, namun
disesuaikan dengan kondisi lingkungannya, sedangkan sebagian Madrasah
Diniyah menggunakan kurikulum sendiri menurut kemampuan dan persepsinya
masing-masing.[10]
B. Ciri-ciri Madrasah Diniyah
Dengan meninjau secara
pertumbuhan dan banyaknya aktifitas yang diselenggarakan sub-sistem
Madrasah Diniyah, maka dapat dikatakan ciri-ciri ekstrakurikuler
Madrasah Diniyah adalah sebagai berikut:
1. Madrasah Diniyah merupakan pelengkap dari pendidikan formal.
2.
Madrasah Diniyah merupakan spesifikasi sesuai dengan kebutuhan dan
tidak memerlukan syarat yang ketat serta dapat diselenggarakan dimana
saja.
3. Madrasah Diniyah tidak dibagi atas jenjang atau kelas-kelas secara ketat.
4. Madrasah Diniyah dalam materinya bersifat praktis dan khusus.
5. Madrasah Diniyah waktunya relatif singkat
C. Madrasah Diniyah sebagai Pendidikan Formal
Sebagaimana yang telah tertuang
dalam Undang-Undang Dasar yang terdapat dalam peraturan Perundang
undangan Standar Nasional Pendidikan nomor 19 tahun 2005 menjelaskan
dalam pasal 1 bahwa “Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan yang
terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar,
Pendidikan Menengah, dan Pendidikan tinggi.[11]
Berdasarkan Keterangan di diatas
dapat diketahui bahwa Madrasah Diniyah juga merupakan bahagian dari
jalur pendidikan yang sudah ditetapkan sebagai pendidikan Formal.
Sebagaimana terdapat dalam PP. No. 55 tahun 2007 pasal 15, bahwa
madrasah diniyah atau Pendidikan diniyah formal menyelenggarakan
pendidikan ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran agama Islam pada jenjang
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi.
Dalam pasal selanjutnya pasal 16
ayat ( 1 ) dan ( 2 ) dijelaskan bahwa pendidikan diniyah dasar
menyelenggarakan pendidikan dasar sederajat MI/SD yang terdiri atas 6
(enam) tingkat dan pendidikan diniyah menengah pertama sederajat MTs/SMP
yang terdiri atas 3 (tiga) tingkat. Sedangkan untuk pendidikan diniyah
tingkat menengah menyelenggarakan pendidikan diniyah menengah atas
sederajat MA/SMA yang terdiri atas 3 (tiga) tingkat.
Mengenai syarat-syarat menjadi
peserta didik atau siswa dalam madrasah diniyah, telah di atur dalam PP.
No. 55 tahun 2007 pasal ( 1 ), ( 2 ), ( 3 ), dan ( 4 ) bahwa untuk
dapat diterima sebagai peserta didik pendidikan diniyah dasar, seseorang
harus berusia sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun.akan tetapi dalam hal
daya tampung satuan pendidikan masih tersedia maka seseorang yang
berusia 6 (enam) tahun dapat diterima sebagai peserta didik pendidikan
diniyah dasar. Kemudian untuk dapat diterima sebagai peserta didik
pendidikan diniyah menengah pertama, seseorang harus berijazah
pendidikan diniyah dasar atau yang sederajat. Dan untuk dapat diterima
sebagai peserta didik pendidikan diniyah menengah atas, seseorang harus
berijazah pendidikan diniyah menengah pertama atau yang sederajat.
Mengenai kurikulum madrasah
diniyah sendiri, dalam PP No. 55 tahun 2007 pasal 18 ayat ( 1 ) dan ( 2
) dijelaskan bahwa madrasah diniyah dasar atau pendidikan diniyah
dasar formal harus wajib memasukkan muatan pendidikan kewarganegaraan
(PKn), bahasa Indonesia (BI), matematika, dan ilmu pengetahuan alam
(IPA) dalam rangka pelaksanaan program wajib belajar. Sedangkan
Kurikulum pendidikan diniyah untuk tingkat menengah formal harus wajib
memasukkan muatan pendidikan kewarganegaraan (PKn), bahasa Indonesia (
BI), matematika, ilmu pengetahuan alam ( IPA), serta seni dan budaya
(SB).
Sebagaimana lembaga pendidikan
formal pada umumnya, dalam madrasah diniyah atau pendidikan diniyah di
akhir pendidikan juga dilakukan sebuah ujian yang bersifat nasional atau
ujian yang dilakukan seluruh indonesia. Ujian nasional pendidikan
diniyah dasar dan menengah diselenggarakan untuk menentukan standar
pencapaian kompetensi peserta didik atas ilmu-ilmu yang bersumber dari
ajaran Islam. Mengenai ketentuan lebih lanjut tentang ujian nasional
pendidikan diniyah dan standar kompetensinya ditetapkan dengan peraturan
Menteri Agama dengan berpedoman kepada Standar Nasional Pendidikan.
Pada PP. No. 55 tahun 2007 pasal
20 (1), (2), (3), dan (4) juga dijelaskan bahwa pendidikan diniyah pada
jenjang pendidikan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik,
vokasi, dan profesi berbentuk universitas, institut, atau sekolah
tinggi.
Kemudian Kerangka dasar dan
struktur kurikulum pendidikan untuk setiap program studi pada perguruan
tinggi keagamaan Islam selain menekankan pembelajaran ilmu agama, wajib
memasukkan pendidikan kewarganegaraan dan bahasa Indonesia. Mata kuliah
dalam kurikulum program studi memiliki beban belajar yang dinyatakan
dalam satuan kredit semester (sks). Pendidikan diniyah jenjang
pendidikan tinggi diselenggarakan sesuai dengan Standar Nasional
Pendidikan.
Dari Keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa Madrasah Diniyah Formal:
1. Memiliki tingkatan mulai TK sampai Perguruan Tinggi
2. Pendidikan Diniyah formal Sederajat dengan Pendidikan yang Setara dengannya
3. Diberi Hak Untuk UN (Ujian Nasional)
4. Memiliki Ijazah
5.
Memasukkan Mata pelajaran wajib yang umum yaitu Bahasa Indonesia,
Matematika, Kewarganegaraaan, Ipa pada tingkat SD, Sedangkan Pada
Tingkat Menengah ditambah Seni Budaya
6. Jenjang Pendidikan disesuaikan dengan Standar Pendidikan Nasional
Pendidikan diniyah formal
merupakan pendidikan diniyah yang ditambah pelajaran umum khususnya
matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia khsususnya untuk tingkat DU .
Kelebihan Diniyah denga madrasah adalah pelajaran keagamaannya lebih
diperdalam seperti pendidikan di pesantren. pendidikan diniyah ini
sebetulnya untuk mengakomodasi pesantren yang mengajarkan pendidikan
keagamaan tapi tidak mempunyai ijazah umum, padahal di dunia seperti
sekarang ini orang sangat membutuhkan ijazah dan pelajaran umum
tersebut. oleh karena itu pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan PP
no. 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan[12].
D. Madrasah Diniyah sebagai Pendidikan Non Formal
Pendidikan Nonformal adalah
jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang. Pendidikan diniyah nonformal, dijelaskan
secara detail pada pasal 21, 22, 23, 24 dan 25 dalam Undang-Undang
Pendidikan Agama Dan Pendidikan Keagamaan Nomor 55 Tahun 2007 .
Keterangan Lebih lanjut mengenai
Madrasah Diniyah sebagai Pendidikan Non Formal telah dijelaskan secara
rinci dalam PP no. 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan
pasal 22 yaitu bahwa “Pendidikan diniyah nonformal diselenggarakan dalam
bentuk pengajian kitab, Majelis Taklim, Pendidikan Al Qur’an, Diniyah
Takmiliyah, atau bentuk lain yang sejenis. Pendidikan diniyah nonformal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk satuan pendidikan.
Pendidikan diniyah nonformal yang berkembang menjadi satuan pendidikan
wajib mendapatkan izin dari kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota
setelah memenuhi ketentuan tentang persyaratan pendirian satuan
pendidikan.”
E. Kurikulum yang digunakan Madrasah Diniyah
Berdasarkan Undang-undang
Pendidikan dan Peraturan pemerintah no 73 Madrasah Diniyah adalah bagian
terpadu dari system pendidikan nasional yang diselenggarakan pada jalur
pendidikan luar sekolah untuk memenuhi hasrat masyarakat tentang
pendidikan agama. Madarsah Diniyah termasuk kelompok pendidikan
keagamaan jalur luar sekolah yang dilembagakan dan bertujuan untuk
mempersiapkan peserta didik menguasai pengetahuan agama Islam, yang
dibina oleh Menteri Agama.[13]
Oleh karena itu, Menteri Agama
dan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam menetapkan
Kurikulum Madrasah Diniyah dalam rangka membantu masyarakat mencapai
tujuan pendidikan yang terarah, sistematis dan terstruktur. Meskipun
demikian, masyarakat tetap memiliki keleluasaan untuk mengembangkan isi
pendidikan, pendekatan dan muatan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan
lingkungan madrasah.
Madrasah diniyah mempunyai tiga
tingkatan yakni : Diniyah Awaliyah, Diniyah Wustha dan Diniyah Ulya.
Madrasah Diniah Awaliyah berlangsung 4 tahun (4 tingkatan), dan Wustha 2
tahun (2 tingkatan). Input Siswa Madrasah Diniyah Awaliyah diasumsikan
adalah siswa yang berasal dari sekolah Dasar dan SMP serta SMU.[14]
Sebagai bagian dari pendidikan luar sekolah, Madrasah Diniyah bertujuan :
1. Melayani warga belajar
dapat tumbuh dan berkembangn sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna
meningkatkan martabat dan mutu kehidupanya.
2. Membina warga belajar
agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang
diperluakan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau
melanjutkan ketingkat dan /atau jenjang yang lebih tinggi
3. Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah
Untuk menumbuh kembangkan ciri
madrasah sebagai satuan pendidikan yang bernapaskan Islam, maka tujuan
madrasah diniyah dilengkapi dengan “memberikan bekal kemampuan dasar dan
keterampilan dibidang agama Islam untuk mengembangkan kehidupannya
sebagai pribadi muslim, anggota masyarakat dan warga Negara”.
Dalam program pengajaran ada beberapa bidang studi yang diajarkan seperti[15]:
1. Al-Qur’an Hadits
2. Aqidah Akhlak
3. Fiqih
4. Sejarah Kebudayaan Islam
5. Bahasa Arab
6. Praktek Ibadah.
Dalam pelajaran Qur’an-Hadits
santri diarahkan kepada pemahaman dan penghayatan santri tentang isi
yang terkandung dalam qur’an dan hadits. Mata pelajaran aqidah akhlak
berfungsi untuk memberikan pengetahuan dan bimbingan kepada santri agar
meneladani kepribadian nabi Muhammad SAW, sebagai Rasul dan hamba Allah,
meyakini dan menjadikan Rukun Iman sebagai pedoman berhubungan dengan
Tuhannya, sesama manusia dengan alam sekitar, Mata pelajaran Fiqih
diarahkan untuk mendorong, membimbing, mengembangkan dan membina santri
untuk mengetahui memahami dan menghayati syariat Islam. Sejarah
Kebudayaan Islam merupakan mata pelajaran yang diharapkan dapat
memperkaya pengalaman santri dengan keteladanan dari Nabi Muhammad SAW
dan sahabat dan tokoh Islam. Bahasa Arab sangat penting untuk penunjang
pemahaman santri terhadap ajaran agama Islam, mengembangkan ilmu
pengetahuan Islam dan hubungan antar bangsa degan pendekatan
komunikatif. Dan praktek ibadah bertujuan melaksanakan ibadah dan
syariat agama Islam.
Kurikulum Madrasah Diniyah pada
dasarnya bersifat fleksibel dan akomodatif. Oleh karena itu,
pengembangannya dapat dilakukan oleh Departemen Agama Pusat Kantor
Wilayah/Depag Propinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya
atau oleh pengelola kegiatan pendidikan sendiri. Prinsip pokok untuk
mengembangkan tersebut ialah tidak menyalahi aturan perundang-undangan
yang berlaku tentang pendidikan secara umum, peraturan pemerintah,
keputusan Menteri Agama dan kebijakan lainnya yang berkaitan dengan
penyelenggaraan madrasah diniyah.
F.Administrasi Madrasah Diniyah
Administrasi Madrasah Diniyah
ialah segala usaha bersama untuk mendayagunkan sumber-sumber, baik
personil maupun materil secara efektif dan efisien guna menunjang
tercapainya tujuan pendidikan di Madrasah Diniyah secara optimal.
1. Prinsip Umum Administrasi Madrasah Diniyah
a. bersifat praktis, dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan situasi nyata di madrasah Diniyah.
b. Berfungsi sebagai sumber informasi bagi peningkatan pengelolaan pendidikan dan proses belajar mengajar.
c. Dilaksanakan dengan suatu system mekanisme kerja yang menunjang realisasi pelaksanaan kurikulum.
2. Ruang Lingkup
Secara makro administrasi pendidikan di Madrasah Diniyah mencakup :
a. kurikulum
b. Warga belajar
c. Ketenagaan
d. Keuangan
e. Sarana/prasarana/gedung dan perlengkapan lainnya
f. Hubungan kerjasama dengan masyarakat
G. Manajeman dan Model Pendidikan Madrasah Diniyah
1. Urgensi Managemen Pendidikan Madrasah Diniyah
Meskipun Madrasah Diniyah
bukanlah lembaga pendidikan formal yang mengikuti kurikulum Nasional
yang telah ditetapkan Oleh Dinas Pendidikan Nasional maupun Kementerian
Agama, namun itu tidak berarti bahwa dalam pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar tidak memerlukan manageman, manageman dibutuhkan oleh seluruh
organisasi, karena tanpa managemen semua usaha akan sia-sia dan
pencapaian tujuan oeranisasi akan lebih sulit mencapai kesempurnaan.
Pada hakikatnya tujuan
didirikannya lembaga pendidikan Madrasah Diniyah adalah untuk memberikan
ilmu-ilmu Agama yang cukup kepada para santri Madrasah Diniyah.
Eksistensi Madrasah Diniyah sangat dibutuhkan ketika lulusan Pesantren
yang menyelenggarakan pendidikan formal (sistem kurkulum Nasional)
ternyata kurang mumpuni dalam penguasaan ilmu Agama. Dengan kenyataan
itu, maka keberadaan Madrasah Diniyah menjadi sangat penting, sebagai
penopang dan pendukung pendidikan formal yang ada[16]. Karenanya tidak
berlebihan bila kegiatan belajar mengajar dilaksanakan di Madrasah
Diniyah perlu dimanaj dengan sebaik-baiknya.
Ada tiga alasan utama diperlukannya manageman pendidikan untuk Madrasah Diniyah yaitu:
a. Untuk mencapai tujuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Madrasah Diniyah, yakni memberikan
pembekalan ilmu-ilmu Agama yang cukup kepada para santri, dalam upaya
mempersiapkan lahirnya santri-santri yang matangdalam penguasaan
ilmu-ilmu Agama. Kebutuhan terhadap manageman untuk Madrasah Diniyah ini
terasa semakin mendesak, mengingat posisinya sebagai lembaga pendidikan
pendukung bagi sistem pendidikan formal yang dilaksanakan Pesantren.
b. Untuk menjaga
keseimbangan sekaligus memfokuskan tujuan-tujuan yang ingin dicapai
dalam proses pendidikan yang terjadi dalam Madrasah Diniyah.
c. Untuk mencapai
efesiensi dan efektifitas, bagaimanapun setiap kegiatan yang
dilaksanakan dengan menafikan unsur-unsur manageman, maka kegiatan itu
tidak akan efektif dan efesien[17].
2. Aplikasi Manageman Waktu di Madrasah Diniyah
Meskipun Madrasah Diniyah adalah
lembaga pendidikan yang mempunyai waktu yang cukup representatif untuk
penyampaian materi-materi Agama, namun sebagaimana lazimnya
lembaga-lembaga pendidikan lain, Madrasah Diniyahpun perlu pengaturan
waktu, terutama untuk kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakannya.
Pada prinsipnya beberapa tahapan yang dapat ditempuh oleh Madrasah Diniyah dalam penerapan manageman waktu misalnya:
a. Mencermati dan
menjabarkan kalender pendidikan, sampai ditemukan hari-hari efektif dan
dan tidak efektif sesuai dengan tipe Madrasah Diniyah Tersebut.
b. Dengan jumlah waktu
efektif dan tidak efektif, dapat ditentukan dasar penyusunan program dan
rensan belajar mengajar di Madrasah Diniyah.
c. Dengan rencana program
tersebut, selanjutnya dibuat rancangan waktu pendidikan Madrasah Diniyah
yang komperehensif yang menyangkut seluruh aspek kegiatan.
d. Kegiatan non-pendidikan dapat dilakukan di luar jam efektif Madrasah Diniyah[18].
3. Model Pendidikan Madrasah Diniyah.
Peran vital Madrasah Diniyah
bagi masyrakat haruslah tetap dijaga sampai kapanpun, hal tersebut dapat
diperoleh jika model pendidikannya dapat diterima oleh masyarakat.
Salah satu solusinya adalah dengan mengintergasikan Madrasah Diniyah ini
kedalam lembaga pendidikan pesantren atau lembaga pendidikan formal
seperti MIN, MTs, dan MA.
Ada banyak langkah yang bisa ditempuh untuk mewujudkan model pendidikan Madrasah Diniyah yang ideal antara lain:
a. Integralisasi pendidikan Madrasah Diniyah dengan sistem pendidikan formal pondok pesantren
b. Penerapan manageman pendidikan secara baik dan benar
c. Sistem pembelajaran dilaksanakan harus dengan mengacu pada kurikulum.
d. Melengkapi Madrasah Diniyah dengan media pendidikan yang sesuai[19].
H. Problematika dan Solusi Madrasah Diniyah
Walaupun Madarasah Diniyah telah
mendapat payung hukum yang telah disyahkan dalam Undang-Undang Dasar
dalam peraturan Pemerintah Republik Indonesia dari hasil UU No. 20 tahun
2003 tentang Sisdiknas yang kemudian mengalami transformasi menjadi PP.
55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, akan
tetapi Penyelengaraan Madrasah diniyah tidak berjalan dengan optimal,
Problema yang dialami Madrasah Diniyah terlihat dari Tenaga Pengajar,
Fasilitas, Waktu, dana dan organisasi Pengelola[20].
1. Pendanaan
Kesederhanaan dalam proses
belajar mengajar di Madrasah adalah karena minimnya dana yang dimiliki,
sebahagian besar Madrasah Diniyah hanya didanai dari dana Swasembada
para Pendirinya serta dari Biaya dari iuran Murid-Murid yang tidak dapat
dipastikan jumlahnya setiap bulan.[21] Tidak heran jika para guru di
Madrasah Diniyah hanya menerima gaji berkisar Rp. 100.000 sampai 300.000
per bulannya. Keteguhan mereka untuk tetap mengajar merupakan panggilan
hati yang ikhlas untuk tetap bertahan.
Menanggapi problema ini, maka
beberapa Solusi yang dilakukan adalah dengan memberikan bantuan kepada
Para Guru Madrasah Diniyah yang dilakukan oleh PEMDA setempat sesuai
dengan Wilayahnya masing-masing. Salah satu Pemda yang melakukan hal
tersebut adalah Pemkab dari pandeglang, Banten yang mengeluarkan Perda
no 27 tahun 2007 tentang wajib diniyah[22]. Perda ini mewajibkan calon
Siswa kelas 1 SLTP memiliki Ijazah Madrasah Diniyah. Untuk menunjang
biaya operasional Madrasah Diniyah, Pemkab pandeglang telah
manyalurankan dana Rp 4.5 Milliyar setara 0,67 persen dari total APBD
2008 yang mencapai Rp. 800 miliar[23].
Sedangkan untuk Wilayah Medan,
PEMKO Medan telah memberikan Solusi berupa bantuan Dana Bagi Tenaga
Pengajar Madrasah Diniyah sebesar 100.000 per bulan yang dapat diambil
setiap 6 bulan dengan jumlah 600.000. Selain itu, problematika Madrasah
Diniyah dari hal pendanaan juga diakibatkan minimnya jumlah pembayaran
Iuran dari murid-murid yang hanya berkisar 10.000 hingga 25.000.
Menanggapi Problema tersebut ada beberapa Madrasah Diniyah yang berani
menaikkan jumlah pembayaran iuran bagi murid-murid seperti MDA desa
Punggulan Kisaran yang mewajibkan Muridnya untuk membayar uang Iuran
dengan jumlah Rp.45.000.
2. Tenaga Pengajar
Tenaga Pengajar merupakan salah
satu faktor pendidikan yang amat penting, ukuran Tenaga Pengajar yang
baik adalah kompetensi dan profesional. Tenaga Pengajar yang kompeten
akan menuju kepada Pendidikan profesional dalam melaksanakan proses
belajar mengajar.
Problema yang terjadi pada
Tenaga Pengajar di Madrasah adalah masih terdapat tenaga Pengajar yang
tidak ahli dan profesional dalam mengajarkan pelajaran, serta masih
terdapat di beberapa Madrasah Diniyah Tenaga Pengajar yang hanya Lulusan
SMA/Aliyah. Solusi dari permasalahan ini adalah membuat sebuah
peraturan yang mengharuskan Tenaga Pengajar di Madrasah Diniyah harus
lulusan Sarjana dan ahli dalam bidang agama tentunya.
3. Fasilitas dan sarana
Sarana dan Fasilitas merupakan
sub sistem yang amat penting[24], permasalahan yang terjadi di
Madarasah diniyah adalah kurangnya sarana dan fasilitas seperti Media
Pelajaran, alat pelajaran, Perpustakaan, Buku dan lain sebagainya. Untuk
mewujudkan sarana dan pra sarana pendidikan tersebut diperlukan dana
yang memadai, namun seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa kendala
yang terjadi adalah kurangnya dana dalam pengelolaan Madrasah Diniyah.
4. Waktu/Jam Pelajaran
Kurangnya waktu menjadi kendala
dalam pelaksanaan pembelajaran di Madrasah diniyah. Sebagaimana yang
kita ketahui bahwa waktu pembelajaran yang dilaksanakan di Madrasah
diniyah kurang lebih berkisar antara 2 jam sampai 3 jam dengan potongan
waktu shalat dan bermain. Hal ini akan menjadi kendala di saat guru
melakukan proses pembelajaran yang terkesan buru-buru. Untuk itu, solusi
yang dapat dilakukan adalah keprofesionalan guru dalam memilih metode
dan strategi pembelajaran yang mampu menyeimbangkan proses pembelajaran
tersebut dengan waktu yang singkat, jika ini dilakukan dengan baik dan
benar, maka kemungkinan besar akan tercapai sebuah pembelajaran sesuai
dengan standart kompetensinya.
Selain itu, penambahan waktu
juga merupakan Solusi terbaik sebagaimana yang dikatakan oleh Prof. Dr.
Haidar Daulay dalam menanggapi problema waktu yang terjadi pada
madrasah.[25]
I. Langkah Efektif dalam pengoptimalan Madrasah diniyah
Ada beberapa langkah efektif yang harus dicapai dalam mewujudkan madrasah diniyah yang berkualitas yaitu:[26]
1. Peningkatan kualitas akedemik dengan membekali siswa terhadap kemampuan Agama dengan baik dan benar
2. Sumber daya manusia dengan menyeleksi Guru-guru yang berkualitas serta manajemen yang optimal
3. Pemaksimalan peran.
Selain pengumpulan dana sebagai pengendali mutu Madrasah diniyah, juga
dibutuhkan penyumbang dana atau donatur yang turut serta membantu dalam
hal pendanaan
4. Meningkatkan peran orang tua, dan masyarakat sekitar sebagai obyek sekaligus subyek pendidikan.
III. KESIMPULAN
Madrasah diniyah adalah salah
satu lembaga pendidikan non formal yang memiliki peranan penting dalam
pengembangan pembelajaran agama Islam. Dalam madrasah diniyah yang
merupakan lembaga yang memiliki paying hokum yang legal tentunya
kurikulum sudah diset oleh pemerintah yang tentu tidak secara baku.
Dalam artian pelaksana pendidikan bisa mengekplorasi pembelajaran yang
bersipat penyesuaian dengan lingkungannya. Penyesuaian kurikulum itu
akan dilakukan pada madrasah diniyah di semua tingkatan: ula (awal),
wusto (menangah), hingga ala (atas).
Dalam keadministrasian meliputi
beberapa urusan diantaranya: urusan administrasi, urusab Kurikuler,
Urusan kewargaan belajar, urusan saran dan prasrana, dan urusan Humas
Dalam hal keorganisasiannya meliputi Kepala Madrasah Diniyah, Wali
Kelas, Guru Pembimbing, BP3, guru mata pelajaran, tenaga
kependidikanlainnya. Untuk menjadi Madrasah Diniyah yang ideal maka yang
sangat diperlukan adalah memperhatikan keadministrasian yang mapan,
kurikulum yang sudah dibakukan oleh pemerintah yang ditambahkan dengan
ektrakulikuler yang disesuaikan dengan lingkungan belajar.
Klasifikasi Madrasah Diniyah ada
dua (2) yaitu: 1). Madrasah Diniyah dalam bentuk pendidikan Formal
seperti pendidikan dasar sederajat MI/SD yang terdiri atas 6 (enam)
tingkat, pendidikan diniyah menengah pertama sederajat MTs/SMP yang
terdiri atas 3 (tiga) tingkat serta pendidikan diniyah menengah atas
sederajat MA/SMA yang terdiri atas 3 (tiga) tingkat dan 2). Madrasah
Diniyah dalam bentuk pendidikan Non-Formal/Informal seperti: pengajian
kitab, majelis taklim, pendidikan Al-Qur’an dan diniyah takmiliyah.
Terkait dengan kurikulum
Madrasah Diniyah, dalam UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003, pendidikan
diniyah termasuk jenis pendidikan keagamaan yang diatur pada pasal 30
yang terdiri dari (5) ayat dan pasal 36 dan 37 yang mengatur
kurikulumnya.
Daftar Pustaka dan Footnote
Daftar Pustaka
Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, Jakarta: Rineka Cipta, 2009
A. Malik Fajar, Madrasah dan Tantangan Modernitas, Jakarta: Mizan, 1998
Mal An Abdullah dkk, Laporan Penelitian, Studi Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan Diniyah, Puslitbang Penda dan Keagamaan Balitbang Depag, 2003
Departemen Agama RI, Sejarah Perkembangan Madarsah, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998
Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999
Asrori S. Karni, Etos studi kaum santri: wajah baru pendidikan Islam, Jakarta: PT Mizan Publika, 2009
Undang-Undang Pendidikan Agama Dan Pendidikan Keagamaan Nomor 55 Tahun 2007, Bandung: Fokusmedia, 2008
M. Ishom Saha, Dinamika Madrasah Diniyah di Indonesia: Menelusuri Akar Sejarah Pendidikan Nonformal, Jakarta: Pustaka Mutiara, 2005
Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam, Bandung: Cita Pustaka, 2004
Nanang Fatchurochman, Madrasah: sekolah Islam Terpadu, Plus dan Unggulan Depok: Lendean Hati Pustaka, 2011
----------------------------
[1] Madrasah di Indonesia baru Populer setelah Awal abad ke 20. Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 21
[2] A. Malik Fajar, Madrasah dan Tantangan Modernitas (Jakarta: Mizan, 1998), h. 31
[3] Mal An Abdullah dkk, Laporan Penelitian, Studi Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan Diniyah, Puslitbang Penda dan Keagamaan Balitbang Depag, 2003, h. 3
[4] Departemen Agama, Sejarah Perkembangan Madarsah, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998, h. 30
[5] Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah (Jakarta: Diva Pustaka, 2004), hal. 14
[6] Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, h. 33
[7] Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 104
[8] Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, h. 119
[9] Asrori S. Karni, Etos studi kaum santri: wajah baru pendidikan Islam (Jakarta: PT Mizan Publika, 2009), h. 64
[10] Ibid. hlm: 42
[11] Himpunan Perundang-Undangan, Standar Nasional Pendidikan (Bandung: FokusMedia, 2008), h. 2
[12] Undang-Undang Pendidikan Agama Dan Pendidikan Keagamaan Nomor 55 Tahun 2007 (Bandung: Fokusmedia, 2008), h. 2
[13] Pendidikan dan Peraturan pemerintah no 73 tahun 1991 pasal 3, Pasal 22 ayat 3
[14] Mal An Abdullah dkk, Laporan Penelitian, Studi Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan Diniyah, h. 4
[15] M. Ishom Saha, Dinamika Madrasah Diniyah di Indonesia :Menelusuri Akar Sejarah Pendidikan Nonformal (Jakarta: Pustaka Mutiara, 2005), h. 42
[16] Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah, h. 91
[17] Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah, h. 92
[18] Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah, h. 119
[19] Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah, h. 102
[20] Haidar Putra Daulay, dinamika Pendidikan Islam (Bandung: Cita Pustaka, 2004), h. 93
[21] Nanang Fatchurochman, Madrasah: sekolah Islam Terpadu, Plus dan Unggulan (Depok: Lendean Hati Pustaka, 2011), h. 113
[22] Asrori S. Karni, Etos studi kaum santri: wajah baru pendidikan Islam, h. 71
[23] ibid
[24] Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam, h. 84
[25] Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam, h. 86
[26] Nanang Fatchurochman, Madrasah: sekolah Islam Terpadu, Plus dan Unggulan, h. 138-139
Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, Jakarta: Rineka Cipta, 2009
A. Malik Fajar, Madrasah dan Tantangan Modernitas, Jakarta: Mizan, 1998
Mal An Abdullah dkk, Laporan Penelitian, Studi Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan Diniyah, Puslitbang Penda dan Keagamaan Balitbang Depag, 2003
Departemen Agama RI, Sejarah Perkembangan Madarsah, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998
Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999
Asrori S. Karni, Etos studi kaum santri: wajah baru pendidikan Islam, Jakarta: PT Mizan Publika, 2009
Undang-Undang Pendidikan Agama Dan Pendidikan Keagamaan Nomor 55 Tahun 2007, Bandung: Fokusmedia, 2008
M. Ishom Saha, Dinamika Madrasah Diniyah di Indonesia: Menelusuri Akar Sejarah Pendidikan Nonformal, Jakarta: Pustaka Mutiara, 2005
Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam, Bandung: Cita Pustaka, 2004
Nanang Fatchurochman, Madrasah: sekolah Islam Terpadu, Plus dan Unggulan Depok: Lendean Hati Pustaka, 2011
----------------------------
[1] Madrasah di Indonesia baru Populer setelah Awal abad ke 20. Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 21
[2] A. Malik Fajar, Madrasah dan Tantangan Modernitas (Jakarta: Mizan, 1998), h. 31
[3] Mal An Abdullah dkk, Laporan Penelitian, Studi Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan Diniyah, Puslitbang Penda dan Keagamaan Balitbang Depag, 2003, h. 3
[4] Departemen Agama, Sejarah Perkembangan Madarsah, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998, h. 30
[5] Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah (Jakarta: Diva Pustaka, 2004), hal. 14
[6] Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, h. 33
[7] Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 104
[8] Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, h. 119
[9] Asrori S. Karni, Etos studi kaum santri: wajah baru pendidikan Islam (Jakarta: PT Mizan Publika, 2009), h. 64
[10] Ibid. hlm: 42
[11] Himpunan Perundang-Undangan, Standar Nasional Pendidikan (Bandung: FokusMedia, 2008), h. 2
[12] Undang-Undang Pendidikan Agama Dan Pendidikan Keagamaan Nomor 55 Tahun 2007 (Bandung: Fokusmedia, 2008), h. 2
[13] Pendidikan dan Peraturan pemerintah no 73 tahun 1991 pasal 3, Pasal 22 ayat 3
[14] Mal An Abdullah dkk, Laporan Penelitian, Studi Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan Diniyah, h. 4
[15] M. Ishom Saha, Dinamika Madrasah Diniyah di Indonesia :Menelusuri Akar Sejarah Pendidikan Nonformal (Jakarta: Pustaka Mutiara, 2005), h. 42
[16] Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah, h. 91
[17] Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah, h. 92
[18] Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah, h. 119
[19] Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah, h. 102
[20] Haidar Putra Daulay, dinamika Pendidikan Islam (Bandung: Cita Pustaka, 2004), h. 93
[21] Nanang Fatchurochman, Madrasah: sekolah Islam Terpadu, Plus dan Unggulan (Depok: Lendean Hati Pustaka, 2011), h. 113
[22] Asrori S. Karni, Etos studi kaum santri: wajah baru pendidikan Islam, h. 71
[23] ibid
[24] Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam, h. 84
[25] Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam, h. 86
[26] Nanang Fatchurochman, Madrasah: sekolah Islam Terpadu, Plus dan Unggulan, h. 138-139
Jika Anda Tertarik untuk mengcopy Makalah ini, maka secara ikhlas saya mengijinkannya, tapi saya berharap sobat menaruh link saya ya..saya yakin Sobat orang yang baik. selain Makalah Problema dan Solusi Madrasah Diniyah, anda dapat membaca Makalah lainnya di Aneka Ragam Makalah. dan Jika Anda Ingin Berbagi Makalah Anda ke blog saya silahkan anda klik disini.Salam saya Ibrahim Lubis. email :ibrahimstwo0@gmail.com |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar