TANGGUNG JAWAB ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK
Secara umum, peranan orang tua dalam
pendidikan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan watak dan
kepribadian anak. Jika dipersentase, maka peran orang tua akan mencapai 60%,
sedangkan pengaruh lingkungan bergaul (bermain) 20%, dan lingkungan sekolah
(sekolah regular atau non pesantren, sekolah pergi pulang) juga 20%. Apabila
peran orang tua tidak diperankan secara baik dan benar maka pengaruh pendidikan
60% tersebut akan ditelan habis oleh lingkungannya. Lingkungan yang paling
besar berpengaruh kepada anak adalah lingkungan bergaulnya, bukan lingkungan
sekolahnya.
Sedangkan pengaruh pendidikan anak
pada pondok pesantren sebagai tempat mengenyam pendidikan dan tempat bergaul
selama 24 jam adalah 80%, sedangkan pengaruh bawaan dari lingkungan keluarga
adalah 20%. Apabila pesantren mampu mempersentasekan perannya dengan baik, maka
keberhasilan pendidikan anak akan lebih menjanjikan daripada sekolah regular.
Oleh karena itu, hendaknya para
orang tua memperhatikan dengan sungguh-sungguh perannya dalam pendidikan anak,
termasuk memilih lembaga pendidikan yang tepat bagi anaknya. Penulis telah
melakukan observasi di banyak tempat, terhadap sejumlah alumni lembaga
pendidikan, baik yang regular maupun pesantren, maka tingkat kesuksesan yang
hakiki, yakni ketaatan kepada Allah Subhaanahu wa ta’aala dan kepatuhan kepada
kedua orang tua, lebih besar diraih oleh sejumlah besar alumni pondok pesantren
daripada sekolah reguler walaupun berlabel Islam. Oleh karenanya, apabila
anak-anak sudah mencapai usia mandiri, yaitu 10 tahun ke atas atau paling tidak
telah tamat sekolah dasar, hendaklah orang tua tidak ragu-ragu untuk
menyerahkan pendidikan anaknya kepada pesantren, tentunya bermanhaj salaf, jika
orang tua tidak memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan pesantren.
Anak merupakan karunia sekaligus
ujian bagi manusia. Anak merupakan amanah yang menjadi tanggung jawab orang
tuanya. Ketika pertama kali dilahirkan ke dunia, seorang anak dalam keadaan
fitrah dan berhati suci lagi bersih. Lalu kedua orang tuanyalah yang memegang
peranan penting pada perkembangan berikutnya, apakah keduanya akan
mempertahankan fitrah dan kesucian hatinya, ataukah malah merusak dan mengotorinya.
Pendidikan terhadap anak merupakan
bagian terpenting dalam kehidupan berumah tangga. Sebab salah satu tujuan utama
pernikahan adalah lahirnya keturunan yang nantinya akan menjadi generasi
penerus. Generasi penerus yang tumbuh tanpa didampingi pendidikan agama yang
memadai justru akan menjadi mangsa dan korban penjajahan peradaban lain. Namun
ironisnya hal itu tidak disadari oleh kebanyakan pasangan suami istri, sehingga
pendidikan agama kurang mendapatkan perhatian dari mereka.
Dalam pandangan kebanyakan orang tua
di masyarakat kita, pendidikan yang layak dan baik adalah dengan menyekolahkan
anak di sekolah “favorit”, dengan harapan anak tersebut akan dapat berprestasi,
sehingga nantinya memiliki masa depan yang “sukses dan mapan”. Tidak peduli
apakah sekolah tersebut mengajarkan nilai-nilai Islam ataukah tidak. Bahkan
lebih dari itu, mereka tidak peduli meskipun sekolah tersebut dikelola oleh
pendidikan sekuler atau non Islam. Malah mereka berpandangan bahwa jika ingin
mendapatkan kualitas “pendidikan yang berkelas”, maka harus menyekolahkan
anak-anak mereka di lembaga-lembaga pendidikan non Islam. Arena lembaga-lembaga
tersebut mengelola dan menyelenggarakan pendidikan secara “profesional”,
sementara sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga Islam
“dikelola dengan apa adanya dan jauh dari profesionalisme.” Itulah anggapan
mereka secara umum.
Ukuran kesuksesan dalam pandangan
mereka adalah ketika seseorang sukses secara materi, atau sukses meraih
kedudukan tinggi. Mereka akan sangat bangga dan merasa berhasil mendidik dan
membesarkan anak-anak mereka, manakala anak-anak tersebut sukses menduduki
suatu jabatan tinggi, atau berprofesi dengan profesi bergengsi atau menjadi
pebisnis besar. Mereka tidak peduli apakah anak-anak mereka mengerti dan
mematuhi tuntunan agamanya, ataukah malah menjauh dari itu semua dan tidak
mempedulikannya. Mereka hanya mengenal Islam pada momen-momen tertentu saja,
setelah itu mereka kembali melupakan dan tidak mempedulikannya.
Seseorang tidak mustahil akan
digugat oleh anak yang dikasihinya kelak di hadapan Allah. Anak yang selama
hidup di dunia sangat dia kasihi dan dia banggakan, dia sekolahkan di sekolah
terbaik, dia sediakan baginya segala fasilitas dan dia penuhi segala kebutuhan
materinya, berubah menjadi musuh yang menggugatnya. Segala kebutuhannya secara
materi memang telah dia penuhi, namun pendidikan agamanya tidak pernah dia
pedulikan, sehingga anak tersebut tumbuh dalam kebodohan dan jauh dari
agamanya. Dia tidak mengerti bagaimana seharusnya berakidah, dan tidak dapat
membedakan mana tauhid dan mana syirik. Dia tidak tahu tata cara dan kewajiban
shalat serta berbagai jenis ketaatan lainnya, sehingga dia meremehkannya. Dia
tidak dapat membedakan mana yang halal dan mana yang haram, sehingga semuanya
diraup habis tanpa memilih dan memilah, apakah ini sesuatu yang dibolehkan
ataukah dilarang. Maka hancurlah agamanya, rusaklah perilakunya, dan suramlah
masa depannya di akhirat. Karenanya, tidak heran jika anak tersebut nantinya
akan menggugat orang tuanya, karena kelalaian orang tuanyalah yang membuatnya
terjerumus dalam kesengsaraan.
Karenanya, sudah menjadi kewajiban
dan tanggung jawab orang tua untuk memberikan perhatian lebih pada pendidikan
agama anak-anaknya, melebihi perhatiannya terhadap hal lain, bahkan terhadap
makan, minum dan kesehatannya. Karena kelalaian terhadap kebutuhan gizi dan
kondisi kesehatan anak hanya akan berdampak pada memburuknya kesehatan anak
tersebut, atau maksimal mengantarkannya pada kematian. Namun kelalaian terhadap
pendidikan agamanya akan sangat fatal akibatnya, karena akan membuatnya
sengsara selama-lamanya dalam kehidupan akhirat. Sungguh sangat mengherankan
sikap sebagian orang tua, yang hanya bersedih dan menangis ketika tubuh anaknya
sakit atau mati, namun tidak demikian halnya ketika hati dan jiwanya yang sakit
atau mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar