SELAMAT DATANG DI BLOG MADRASAH DINIYAH AL-MUWAFAOH, DENGAN MEDIA BLOG INI KAMI MENERIMA TITIPAN INFAK ATAU SODAQOH DARI KAUM MUSLIMIN DAN MUSLIMAT. SEMOGA ALLAH MELIPAT GANDAKAN PAHALA BAGI KITA SEMUA

GURU-GURU


STAF PENGAJAR DI MDT AL-MUWAFAQOH

DATA GURU MADRASAH DINIYAH KLIK LINK DIBAWAH INI UNTUK MENDOWLOADNYA 




















































PERJUANGAN  SEORANG GURU
Kehulu memotong pagar

Jangan terpotong batang durian
Cari guru tempat belajar
Jangan jadi sesal kemudian

      Sejak manusia dilahirkan sampai menjelang akhir hayatnya, hidup manusia tidak pernah terlepas dari peran berguru dan menggurui orang lain. Mustahil jika dalam hidup kita tidak pernah merasa berguru dan menggurui, bahkan secara tidak sadar, alam semesta pun adalah guru yang telah mengajarkan kita akan pernak pernik atau  warna warni kehidupan. Sejak kecil, orang tua kita sudah menjadi guru pertama dalam hidup kita, dan rumah sebagai sekolah pertama. Kemudian kita masuk bersekolah di TKA bahkan sekarang dah beberapa tahun ini ada istilah PAUD  dan menemukan guru baru disana yang juga menjadi orang tua kita kedua.
Dalam tulisan ini, penulis akan membahas tentang guru yang kedua, yaitu guru disekolah. Berbicara masalah guru di sekolah atau di Madrasah katakanlah di Madrasah Diniyah Taklimiliyah, tidak pernah terlepas dari berbagai isu dan permasalahan yang melanda guru di negeri ini, mulai dari tertundanya gaji guru yang tidak dibayarkan rutin perbulan, gaji guru honorer, kesejehteraan guru, guru yang tidak layak mengajar, guru yang gaptek, sampai guru “jadi-jadian”.
Saya selaku seorang guru yang selalu teringat dengan kata-kata guru saya ketika masih belajar di Pondok Pesantren, beliau berkata; “orang sukses dalam defenisi kita adalah  mereka yang mengajar sebait kata di sebuah surau dibelakang sebuah bukit, meskipun kamu menjadi presiden sekalipun, jangan pernah lupa untuk menjadi guru dan mengajarkan muridmu meski satu kata”,  hati saya pun bergetar mendengar kalimat tersebut, betapa hebat dan mulianya menjadi seorang guru, dan dari sinilah saya bercita-cita ingin menjadi seorang pendidik yang sangat mulia ini. Dan bagi saya, menjadi seorang guru tidak mesti harus menjadi PNS, mengajar di sekolah, dan punya kelas. Tetapi ketika kita mau mengajarkan orang-orang yang membutuhkan ilmu dari kita, maka kita sudah menjadi seorang guru.

Guru memiliki andil yang sangat besar dalam membawa perubahan pada sebuah bangsa, karena guru memang ujung tombak sebuah negeri, penggerak perubahan bangsa. kemajuan dan kemunduran sebuah negara tidak pernah terlepas dari peran para guru dalam pendidikan. apalagi guru Agama di Madrasah Diniyyah tentunya sangat berperan bagi anak bangsa supaya berakhlak mulia. Guru juga memiliki peran yang sangat besar dalam mewujudkan keadilan pendidikan secara nasional. Berbicara tentang keadilan pendidikan secara nasional, masalah yang selalu muncul adalah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, salah satunya adalah Ujian Nasional.
Pengambilan kebijakan yang kadang terlihat sepihak dan tidak melibatkan guru sebagai patner pemerintah dalam memutuskan sebuah keputusan. Sehingga terkesan guru didikte oleh pemerintah dalam melaksanakan kebijakan tersebut. Semua terjadi karena pemerintah tidak menjadikan guru sebagai mitra mereka dalam membuat sebuah kebijakan. Seyogianya, bukan pemerintahlah yang mendikte dan mengintervensi guru sampai guru seakan seperti boneka, tetapi gurulah yang harus mampu mengintervensi kebijakan pemerintah dengan ide-ide cemerlang dan kreatifnya.

Kerena yang selama ini mengetahui apa yang harus diberikan di lapangan kepada peserta didik adalah guru, bukanlah pemerintah yang hanya sekedar membuat konsep , namun tidak mengetahui jelas apa yang terjadi dilapangan. Pemerintah sebagai pengendali kebijakan pendidikan, seyogianya juga memberikan kesempatan pada guru dalam mengekspresikan pendapat. Dengan begini, secara tak langsung akan mendorong peningkatan kualitas pendidikan nasional. 
Guru mesti ditempatkan sebagai mitra, bukan sebagai ancaman. Sebaik apapun konsep pendidikan, kalau tidak melibatkan guru, maka konsep itu tidak akan berhasil. Guru adalah ujung tombak keberhasilan pendidikan kita. Karenanya, sebelum pemerintah mengeluarkan kebijakan yang terkait dengan pendidikan, semestinya guru dilibatkan. Hal terpenting di sini adalah komitmen pemerintah menempatkan guru sebagai profesi dalam arti sesunggunya, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD). (sumber:http://www.zamzamizainuddin.com/2012/04/ham-hantui-guru.html)
Dalam kasus ujian Nasional misalnya, kita melihat dan mengetahui bersama tentang tugas seorang guru yang kadang berubah fungsi dari seorang pendidik menjadi tenaga administrasi yang hanya melatih murid mampu menjawab soal-soal Ujian Nasional. Bukan lagi mendidik siswanya, tetapi berubah fungsi menjadi pemberi informasi saja.

Seyogiannya, guru yang sebagai pendidik dan aktivis gerakan harus mampu memberikan kritikan yang membangun terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan dunia pendidikan kita sekarang. Sebagai orang yang langsung terlibat di lapangan, harus mampu memberikan konsep yang professional kepada pemerintah dalam membuat sebuah kebijakan.
Guru harus mampu membuat sebuah "perlawanan" yang bertujuan kearah terwujudnya pendidikan yang berkualitas dan demokrasi, pendidikan yang bisa dinikmati oleh semua kalangan masyarakat tanpa memandang kasta, serta mewujudkan pendidikan yang adil tanpa diskriminatif. Guru jangan hanya sekedar “kami mendengar dan kami melaksanakan” (sami’na wa ‘atha’na) dari setiap kebijakan yang kadang bertentangan dengan hati nuraninya.
Selaku guru, mari kita galakkan sebuah "perlawanan" untuk membangun pendidikan negeri ini. Tentunya perlawanan disini adalah perlawanan yang positif. Yaitu melawan dari kegaptekan kita dalam dunia teknologi, kagagapan kita dalam dunia menulis. Jika kedua hal ini bisa di kuasai oleh para guru. Pasti, akan banyak melahirkan sejuta tulisan guru yang akan membangun pendidikan, tulisan luar biasa yang akan meluluhkan hati para pembuat kebijakan. Sehingga tidak perlu ada lagi perlawanan guru dengan berdemonstrasi. Karena seratus tulisan guru dengan ide yang brilian akan lebih hebat dari seribu guru berdomonstrasi di lapangan. Itulah kekuatan sebuah tulisan.

Mari kita ganti senjata mulut kita dengan pena, senjata paling ampuh adalah qalam, guru harus mampu melakukan perlawanan perubahan dengan senjata ini. Mari kita menulis dan menjadikan internet sebagai alat untuk mencerahkan dunia pendidikan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar