SELAMAT DATANG DI BLOG MADRASAH DINIYAH AL-MUWAFAOH, DENGAN MEDIA BLOG INI KAMI MENERIMA TITIPAN INFAK ATAU SODAQOH DARI KAUM MUSLIMIN DAN MUSLIMAT. SEMOGA ALLAH MELIPAT GANDAKAN PAHALA BAGI KITA SEMUA

Rabu, 20 Maret 2013

Problema dan Solusi Madrasah Diniyah

I. PENDAHULUAN

Masyarakat Indonesia kini sedang berada dalam masa transformasi. Era reformasi telah lahir dan masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam semua aspek kehidupannya. Masa demokrasi telah Melahirkan berbagai jenis pendapat, pandangan, konsep, yang tidak jarang yang satu bertentangan dengan yang lain, antara lain berbagai pandangan mengenai bentuk masyarakat dan bangsa Indonesia yang dicita-citakan di masa depan.

Kita memerlukan suatu perubahan paradigma dari pendidikan untuk menghadapi proses globalisasi dan menata kembali kehidupan masyarakat Indonesia. Cita-cita era reformasi tidak lain ialah membangun suatu masyarakat madani Indonesia. Mencermati realitas sosial pendidikan Islam untuk Saat ini, tampaknya banyak perubahan pengembangan pada institusi pendidikan Islam. Untuk melakukan pengembangan itu antara lain dengan melakukan sebuah refleksi pemikiran yang eksploratif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti berupa penelitian, seminar, ceramah ilmiah, simposium, lokakarya dan lain sebagainya dalam rangka menyongsong hari esok yang lebih baik dan menjanjikan. Salah satu hasil yang mengembirakan bagi tranformasi pendidikan Islam di zaman orde reformasi adalah hasil amandemen ke-4 pasal 31 UUD 1945 dan diundangkannya UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas serta diberlakukannya PP. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, dengan demikian eksistensi pendidikan Islam semakin diakui dalam tatanan pendidikan nasional.

Sebelum lahirnya UU sisdikdas No. 20 tahun 2003, Madrasah Diniyah dikenal sebagai Madrasah[1] yang mempunyai peran melengkapi dan menambah Pendidikan Agama bagi anak-anak yang bersekolah di sekolah-sekolah umum pada pagi hingga siang hari, kemudian pada sore harinya mereka mengikuti pendidikan agama di Madrasah diniyah. Tumbuh Kembangnya Madrasah Diniyah ini di latarbelakangi oleh keresahan sebahagian orang tua siswa, yang merasakan pendidikan agama di sekolah umum kurang memadai untuk mengantarkan anaknya untuk dapat melaksanakan ajaran Islam sesuai dengan yang diharapkan. berangkat dari kebutuhan masyarakat akan jenis lembaga seperti inilah Madrasah Diniyah tetap dapat bertahan. Walaupun hingga Saat ini Madrasah diniyah kurang mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, baik pemenuhan anggaran maupun bantuan Ketenagaan, Namun Peran Penting Madrasah Diniyah merupakan hal yang sangat penting dalam sistem pendidikan yang harus dipikirkan bersama.[2]

Madrasah Diniyah merupakan lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran secara klasikal yang bertujuan untuk memberi tambahan pengetahuan agama Islam kepada pelajar-pelajar yang merasa kurang menerima pelajaran agama Islam di sekolahannya. Keberadaan lembaga ini sangat menjamur dimasyarakat karena merupakan sebuah kebutuhan pendidikan.

Penyelenggaraan Madrasah Diniyah mempunyai Ciri berbeda dan Orientasi yang beragam. perbedaaan tersebut disebabkan oleh faktor yang mempengaruhinya, seperti latar belakang yayasan atau pendiri Madrasah Diniyah, Budaya Masyarakat Setempat, Tingkat Kebutuhan Masyarakat terhadap pendidikan agama dan kondisi ekonomi masyarakat dan lain sebagainya[3].

Perkembangan Madrasah diniyah telah mengalami kemajuan pesat, namun dibalik itu, Perkembangan Madrasah diniyah masih mangalami berbagai kendala, baik dalam sistem Kurikulum, Metode, Pendanaan, Ketenagaan dan lain sebagainya. Berangkat dari permasalahan di atas maka secara rinci makalah ini akan membahas Mengenai MADRASAH DINIYAH (Problema dan Solusi).


II. PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Lahirnya Madrasah Diniyah

Madrasah Diniyah adalah salah satu lembaga pendidikan keagamaan pada jalur luar sekolah yang diharapkan mampu secara menerus memberikan pendidikan agama Islam kepada anak didik yang tidak terpenuhi pada jalur sekolah yang diberikan melalui sistem klasikal serta menerapkan jenjang pendidikan yaitu: Madrasah Diniyah Awaliyah, dalam menyelenggarakan pendidikan agama Islam tingkat dasar selama selama 4 (empat) tahun dan jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu, Madrasah Diniyah Wustho, dalam menyelenggarakan pendidikan agama Islam tingkat menengah pertama sebagai pengembangan pengetahuan yang diperoleh pada Madrasah Diniyah Awaliyah, masa belajar selama selama 2 (dua) tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu dan Madrasah Diniyah Ulya, dalam menyelenggarakan pendidikan agama Islam tingkat menengah atas dengan melanjutkan dan mengembangkan pendidikan Madrasah Diniyah Wustho, masa belajar 2 (dua) tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam per minggu.[4]

Madrasah diniyah dilihat dari stuktur bahasa arab berasal dari dua kata madrasah dan al-din. Kata madrasah dijadikan nama tempat dari asal kata darosa yang berarti belajar. Jadi madrasah mempunyai makna arti belajar, sedangkan al-din dimaknai dengan makna keagamaan. Dari dua stuktur kata yang dijadikan satu tersebut, madrasah diniyah berarti tempat belajar masalah keagamaan, dalam hal ini agama islam[5].

Kesadaran Masyarakat Islam akan pentingnya Pendidikan Agama telah membawa kepada arah pembaharuan dalam Pendidikan. Salah satu Pembaharuan Pendidikan Islam di indonesia di tandai dengan lahirnya beberapa Madrasah Diniyah, seperti Madrasah Diniyah (Diniyah School) yang didirikan oleh Zainuddin Labai al Yunusi tahun 1915[6] dan Madrasah diniyah Putri yang didirikan oleh Rangkayo Rahmah El Yunusiah tahun 1923.[7] Dalam sejarah, Keberadaaan Madrasah diniyah di awali lahirnya Madrasah Awaliyah telah hadir pada masa Penjajahan Jepang dengan pengembangan secara luas. Majelis tinggi Islam menjadi penggagas sekaligus penggerak utama berdirinya Madrasah-Madrasah Awaliyah yang diperuntukkan bagi anak-anak berusia minimal 7 tahun. Program Madrasah Awaliyah ini lebih ditekankan pada pembinaan keagamaan yang diselenggarakan sore hari.[8]

Berdasarkan Undang-undang Pendidikan dan Peraturan Pemerintah, Madrasah Diniyah adalah bagian terpadu dari pendidikan nasional untuk memenuhi Permintaan masyarakat tentang pendidikan agama. Madrasah Diniyah termasuk ke dalam pendidikan yang dilembagakan dan bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik dalam penguasaan terhadap pengetahuan agama Islam.

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang ditindaklanjuti dengan disyahkannya PP No. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan memang menjadi babak baru bagi dunia pendidikan agama dan keagamaan di Indonesia[9]. Karena itu berarti negara telah menyadari keanekaragaman model dan bentuk pendidikan yang ada di Indonesia. Keberadaan peraturan perundangan tersebut telah menjadi ”tongkat penopang” bagi madrasah diniyah yang sedang mengalami krisis identitas. Karena selama ini, penyelenggaraan pendidikan diniyah ini tidak banyak diketahui bagaimana pola pengelolaannya. Tapi karakteristiknya yang khas menjadikan pendidikan ini layak untuk dimunculkan dan dipertahankan eksistensinya.

Sebagian Madrasah Diniyah khususnya yang didirikan oleh organisasi-organisasi Islam, memakai nama Sekolah Islam, Islamic School, Norma Islam dan sebagainya. Setelah Indonesia merdeka dan berdiri Departemen Agama yang tugas utamanya mengurusi pelayanan keagamaan termasuk pembinaan lembaga-lembaga pendidikan agama, maka penyelenggaraan Madrasah Diniyah mendapat bimbingan dan bantuan Departemen Agama.

Dalam perkembangannya, Madrasah Diniyah yang didalamnya terdapat sejumlah mata pelajaran umum disebut Madrasah lbtidaiyah. sedangkan Madrasah Diniyah khusus untuk pelajaran agama. Seiring dengan munculnya ide-ide pembaruan pendidikan agama, Madrasah Diniyah pun ikut serta melakukan pembaharuan dari dalam. Beberapa organisasi penyelenggaraan Madrasah Diniyah melakukan modifikasi kurikulum yang dikeluarkan Departemen Agama, namun disesuaikan dengan kondisi lingkungannya, sedangkan sebagian Madrasah Diniyah menggunakan kurikulum sendiri menurut kemampuan dan persepsinya masing-masing.[10]


B. Ciri-ciri Madrasah Diniyah

Dengan meninjau secara pertumbuhan dan banyaknya aktifitas yang diselenggarakan sub-sistem Madrasah Diniyah, maka dapat dikatakan ciri-ciri ekstrakurikuler Madrasah Diniyah adalah sebagai berikut:

1. Madrasah Diniyah merupakan pelengkap dari pendidikan formal.
2. Madrasah Diniyah merupakan spesifikasi sesuai dengan kebutuhan dan tidak memerlukan syarat yang ketat serta dapat diselenggarakan dimana saja.
3. Madrasah Diniyah tidak dibagi atas jenjang atau kelas-kelas secara ketat.
4. Madrasah Diniyah dalam materinya bersifat praktis dan khusus.
5. Madrasah Diniyah waktunya relatif singkat

C. Madrasah Diniyah sebagai Pendidikan Formal

Sebagaimana yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar yang terdapat dalam peraturan Perundang undangan Standar Nasional Pendidikan nomor 19 tahun 2005 menjelaskan dalam pasal 1 bahwa “Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan tinggi.[11]

Berdasarkan Keterangan di diatas dapat diketahui bahwa Madrasah Diniyah juga merupakan bahagian dari jalur pendidikan yang sudah ditetapkan sebagai pendidikan Formal. Sebagaimana terdapat dalam PP. No. 55 tahun 2007 pasal 15, bahwa madrasah diniyah atau Pendidikan diniyah formal menyelenggarakan pendidikan ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran agama Islam pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Dalam pasal selanjutnya pasal 16 ayat ( 1 ) dan ( 2 ) dijelaskan bahwa pendidikan diniyah dasar menyelenggarakan pendidikan dasar sederajat MI/SD yang terdiri atas 6 (enam) tingkat dan pendidikan diniyah menengah pertama sederajat MTs/SMP yang terdiri atas 3 (tiga) tingkat. Sedangkan untuk pendidikan diniyah tingkat menengah menyelenggarakan pendidikan diniyah menengah atas sederajat MA/SMA yang terdiri atas 3 (tiga) tingkat.

Mengenai syarat-syarat menjadi peserta didik atau siswa dalam madrasah diniyah, telah di atur dalam PP. No. 55 tahun 2007 pasal ( 1 ), ( 2 ), ( 3 ), dan ( 4 ) bahwa untuk dapat diterima sebagai peserta didik pendidikan diniyah dasar, seseorang harus berusia sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun.akan tetapi dalam hal daya tampung satuan pendidikan masih tersedia maka seseorang yang berusia 6 (enam) tahun dapat diterima sebagai peserta didik pendidikan diniyah dasar. Kemudian untuk dapat diterima sebagai peserta didik pendidikan diniyah menengah pertama, seseorang harus berijazah pendidikan diniyah dasar atau yang sederajat. Dan untuk dapat diterima sebagai peserta didik pendidikan diniyah menengah atas, seseorang harus berijazah pendidikan diniyah menengah pertama atau yang sederajat.

Mengenai kurikulum madrasah diniyah sendiri, dalam PP No. 55 tahun 2007 pasal 18 ayat ( 1 ) dan ( 2 ) dijelaskan bahwa madrasah diniyah dasar atau pendidikan diniyah dasar formal harus wajib memasukkan muatan pendidikan kewarganegaraan (PKn), bahasa Indonesia (BI), matematika, dan ilmu pengetahuan alam (IPA) dalam rangka pelaksanaan program wajib belajar. Sedangkan Kurikulum pendidikan diniyah untuk tingkat menengah formal harus wajib memasukkan muatan pendidikan kewarganegaraan (PKn), bahasa Indonesia ( BI), matematika, ilmu pengetahuan alam ( IPA), serta seni dan budaya (SB).

Sebagaimana lembaga pendidikan formal pada umumnya, dalam madrasah diniyah atau pendidikan diniyah di akhir pendidikan juga dilakukan sebuah ujian yang bersifat nasional atau ujian yang dilakukan seluruh indonesia. Ujian nasional pendidikan diniyah dasar dan menengah diselenggarakan untuk menentukan standar pencapaian kompetensi peserta didik atas ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran Islam. Mengenai ketentuan lebih lanjut tentang ujian nasional pendidikan diniyah dan standar kompetensinya ditetapkan dengan peraturan Menteri Agama dengan berpedoman kepada Standar Nasional Pendidikan.

Pada PP. No. 55 tahun 2007 pasal 20 (1), (2), (3), dan (4) juga dijelaskan bahwa pendidikan diniyah pada jenjang pendidikan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, vokasi, dan profesi berbentuk universitas, institut, atau sekolah tinggi.

Kemudian Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan untuk setiap program studi pada perguruan tinggi keagamaan Islam selain menekankan pembelajaran ilmu agama, wajib memasukkan pendidikan kewarganegaraan dan bahasa Indonesia. Mata kuliah dalam kurikulum program studi memiliki beban belajar yang dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks). Pendidikan diniyah jenjang pendidikan tinggi diselenggarakan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.

Dari Keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa Madrasah Diniyah Formal:

1. Memiliki tingkatan mulai TK sampai Perguruan Tinggi
2. Pendidikan Diniyah formal Sederajat dengan Pendidikan yang Setara dengannya
3. Diberi Hak Untuk UN (Ujian Nasional)
4. Memiliki Ijazah
5. Memasukkan Mata pelajaran wajib yang umum yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, Kewarganegaraaan, Ipa pada tingkat SD, Sedangkan Pada Tingkat Menengah ditambah Seni Budaya
6. Jenjang Pendidikan disesuaikan dengan Standar Pendidikan Nasional

Pendidikan diniyah formal merupakan pendidikan diniyah yang ditambah pelajaran umum khususnya matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia khsususnya untuk tingkat DU . Kelebihan Diniyah denga madrasah adalah pelajaran keagamaannya lebih diperdalam seperti pendidikan di pesantren. pendidikan diniyah ini sebetulnya untuk mengakomodasi pesantren yang mengajarkan pendidikan keagamaan tapi tidak mempunyai ijazah umum, padahal di dunia seperti sekarang ini orang sangat membutuhkan ijazah dan pelajaran umum tersebut. oleh karena itu pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan PP no. 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan[12].


D. Madrasah Diniyah sebagai Pendidikan Non Formal

Pendidikan Nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan diniyah nonformal, dijelaskan secara detail pada pasal 21, 22, 23, 24 dan 25 dalam Undang-Undang Pendidikan Agama Dan Pendidikan Keagamaan Nomor 55 Tahun 2007 .

Keterangan Lebih lanjut mengenai Madrasah Diniyah sebagai Pendidikan Non Formal telah dijelaskan secara rinci dalam PP no. 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan pasal 22 yaitu bahwa “Pendidikan diniyah nonformal diselenggarakan dalam bentuk pengajian kitab, Majelis Taklim, Pendidikan Al Qur’an, Diniyah Takmiliyah, atau bentuk lain yang sejenis. Pendidikan diniyah nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk satuan pendidikan. Pendidikan diniyah nonformal yang berkembang menjadi satuan pendidikan wajib mendapatkan izin dari kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota setelah memenuhi ketentuan tentang persyaratan pendirian satuan pendidikan.”

E. Kurikulum yang digunakan Madrasah Diniyah

Berdasarkan Undang-undang Pendidikan dan Peraturan pemerintah no 73 Madrasah Diniyah adalah bagian terpadu dari system pendidikan nasional yang diselenggarakan pada jalur pendidikan luar sekolah untuk memenuhi hasrat masyarakat tentang pendidikan agama. Madarsah Diniyah termasuk kelompok pendidikan keagamaan jalur luar sekolah yang dilembagakan dan bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menguasai pengetahuan agama Islam, yang dibina oleh Menteri Agama.[13]

Oleh karena itu, Menteri Agama dan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam menetapkan Kurikulum Madrasah Diniyah dalam rangka membantu masyarakat mencapai tujuan pendidikan yang terarah, sistematis dan terstruktur. Meskipun demikian, masyarakat tetap memiliki keleluasaan untuk mengembangkan isi pendidikan, pendekatan dan muatan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan lingkungan madrasah.

Madrasah diniyah mempunyai tiga tingkatan yakni : Diniyah Awaliyah, Diniyah Wustha dan Diniyah Ulya. Madrasah Diniah Awaliyah berlangsung 4 tahun (4 tingkatan), dan Wustha 2 tahun (2 tingkatan). Input Siswa Madrasah Diniyah Awaliyah diasumsikan adalah siswa yang berasal dari sekolah Dasar dan SMP serta SMU.[14] Sebagai bagian dari pendidikan luar sekolah, Madrasah Diniyah bertujuan :

1. Melayani warga belajar dapat tumbuh dan berkembangn sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupanya.

2. Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang diperluakan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau melanjutkan ketingkat dan /atau jenjang yang lebih tinggi

3. Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah

Untuk menumbuh kembangkan ciri madrasah sebagai satuan pendidikan yang bernapaskan Islam, maka tujuan madrasah diniyah dilengkapi dengan “memberikan bekal kemampuan dasar dan keterampilan dibidang agama Islam untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi muslim, anggota masyarakat dan warga Negara”.

Dalam program pengajaran ada beberapa bidang studi yang diajarkan seperti[15]:

1. Al-Qur’an Hadits
2. Aqidah Akhlak
3. Fiqih
4. Sejarah Kebudayaan Islam
5. Bahasa Arab
6. Praktek Ibadah.

Dalam pelajaran Qur’an-Hadits santri diarahkan kepada pemahaman dan penghayatan santri tentang isi yang terkandung dalam qur’an dan hadits. Mata pelajaran aqidah akhlak berfungsi untuk memberikan pengetahuan dan bimbingan kepada santri agar meneladani kepribadian nabi Muhammad SAW, sebagai Rasul dan hamba Allah, meyakini dan menjadikan Rukun Iman sebagai pedoman berhubungan dengan Tuhannya, sesama manusia dengan alam sekitar, Mata pelajaran Fiqih diarahkan untuk mendorong, membimbing, mengembangkan dan membina santri untuk mengetahui memahami dan menghayati syariat Islam. Sejarah Kebudayaan Islam merupakan mata pelajaran yang diharapkan dapat memperkaya pengalaman santri dengan keteladanan dari Nabi Muhammad SAW dan sahabat dan tokoh Islam. Bahasa Arab sangat penting untuk penunjang pemahaman santri terhadap ajaran agama Islam, mengembangkan ilmu pengetahuan Islam dan hubungan antar bangsa degan pendekatan komunikatif. Dan praktek ibadah bertujuan melaksanakan ibadah dan syariat agama Islam.

Kurikulum Madrasah Diniyah pada dasarnya bersifat fleksibel dan akomodatif. Oleh karena itu, pengembangannya dapat dilakukan oleh Departemen Agama Pusat Kantor Wilayah/Depag Propinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya atau oleh pengelola kegiatan pendidikan sendiri. Prinsip pokok untuk mengembangkan tersebut ialah tidak menyalahi aturan perundang-undangan yang berlaku tentang pendidikan secara umum, peraturan pemerintah, keputusan Menteri Agama dan kebijakan lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan madrasah diniyah.

F.Administrasi Madrasah Diniyah

Administrasi Madrasah Diniyah ialah segala usaha bersama untuk mendayagunkan sumber-sumber, baik personil maupun materil secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di Madrasah Diniyah secara optimal.

1. Prinsip Umum Administrasi Madrasah Diniyah

a. bersifat praktis, dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan situasi nyata di madrasah Diniyah.
b. Berfungsi sebagai sumber informasi bagi peningkatan pengelolaan pendidikan dan proses belajar mengajar.
c. Dilaksanakan dengan suatu system mekanisme kerja yang menunjang realisasi pelaksanaan kurikulum.

2. Ruang Lingkup

Secara makro administrasi pendidikan di Madrasah Diniyah mencakup :

a. kurikulum
b. Warga belajar
c. Ketenagaan
d. Keuangan
e. Sarana/prasarana/gedung dan perlengkapan lainnya
f. Hubungan kerjasama dengan masyarakat


G. Manajeman dan Model Pendidikan Madrasah Diniyah

1. Urgensi Managemen Pendidikan Madrasah Diniyah

Meskipun Madrasah Diniyah bukanlah lembaga pendidikan formal yang mengikuti kurikulum Nasional yang telah ditetapkan Oleh Dinas Pendidikan Nasional maupun Kementerian Agama, namun itu tidak berarti bahwa dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar tidak memerlukan manageman, manageman dibutuhkan oleh seluruh organisasi, karena tanpa managemen semua usaha akan sia-sia dan pencapaian tujuan oeranisasi akan lebih sulit mencapai kesempurnaan.

Pada hakikatnya tujuan didirikannya lembaga pendidikan Madrasah Diniyah adalah untuk memberikan ilmu-ilmu Agama yang cukup kepada para santri Madrasah Diniyah. Eksistensi Madrasah Diniyah sangat dibutuhkan ketika lulusan Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal (sistem kurkulum Nasional) ternyata kurang mumpuni dalam penguasaan ilmu Agama. Dengan kenyataan itu, maka keberadaan Madrasah Diniyah menjadi sangat penting, sebagai penopang dan pendukung pendidikan formal yang ada[16]. Karenanya tidak berlebihan bila kegiatan belajar mengajar dilaksanakan di Madrasah Diniyah perlu dimanaj dengan sebaik-baiknya.

Ada tiga alasan utama diperlukannya manageman pendidikan untuk Madrasah Diniyah yaitu:

a. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Madrasah Diniyah, yakni memberikan pembekalan ilmu-ilmu Agama yang cukup kepada para santri, dalam upaya mempersiapkan lahirnya santri-santri yang matangdalam penguasaan ilmu-ilmu Agama. Kebutuhan terhadap manageman untuk Madrasah Diniyah ini terasa semakin mendesak, mengingat posisinya sebagai lembaga pendidikan pendukung bagi sistem pendidikan formal yang dilaksanakan Pesantren.

b. Untuk menjaga keseimbangan sekaligus memfokuskan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam proses pendidikan yang terjadi dalam Madrasah Diniyah.

c. Untuk mencapai efesiensi dan efektifitas, bagaimanapun setiap kegiatan yang dilaksanakan dengan menafikan unsur-unsur manageman, maka kegiatan itu tidak akan efektif dan efesien[17].

2. Aplikasi Manageman Waktu di Madrasah Diniyah

Meskipun Madrasah Diniyah adalah lembaga pendidikan yang mempunyai waktu yang cukup representatif untuk penyampaian materi-materi Agama, namun sebagaimana lazimnya lembaga-lembaga pendidikan lain, Madrasah Diniyahpun perlu pengaturan waktu, terutama untuk kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakannya.

Pada prinsipnya beberapa tahapan yang dapat ditempuh oleh Madrasah Diniyah dalam penerapan manageman waktu misalnya:

a. Mencermati dan menjabarkan kalender pendidikan, sampai ditemukan hari-hari efektif dan dan tidak efektif sesuai dengan tipe Madrasah Diniyah Tersebut.

b. Dengan jumlah waktu efektif dan tidak efektif, dapat ditentukan dasar penyusunan program dan rensan belajar mengajar di Madrasah Diniyah.

c. Dengan rencana program tersebut, selanjutnya dibuat rancangan waktu pendidikan Madrasah Diniyah yang komperehensif yang menyangkut seluruh aspek kegiatan.

d. Kegiatan non-pendidikan dapat dilakukan di luar jam efektif Madrasah Diniyah[18].


3. Model Pendidikan Madrasah Diniyah.

Peran vital Madrasah Diniyah bagi masyrakat haruslah tetap dijaga sampai kapanpun, hal tersebut dapat diperoleh jika model pendidikannya dapat diterima oleh masyarakat. Salah satu solusinya adalah dengan mengintergasikan Madrasah Diniyah ini kedalam lembaga pendidikan pesantren atau lembaga pendidikan formal seperti MIN, MTs, dan MA.

Ada banyak langkah yang bisa ditempuh untuk mewujudkan model pendidikan Madrasah Diniyah yang ideal antara lain:

a. Integralisasi pendidikan Madrasah Diniyah dengan sistem pendidikan formal pondok pesantren
b. Penerapan manageman pendidikan secara baik dan benar
c. Sistem pembelajaran dilaksanakan harus dengan mengacu pada kurikulum.
d. Melengkapi Madrasah Diniyah dengan media pendidikan yang sesuai[19].

H. Problematika dan Solusi Madrasah Diniyah

Walaupun Madarasah Diniyah telah mendapat payung hukum yang telah disyahkan dalam Undang-Undang Dasar dalam peraturan Pemerintah Republik Indonesia dari hasil UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang kemudian mengalami transformasi menjadi PP. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, akan tetapi Penyelengaraan Madrasah diniyah tidak berjalan dengan optimal, Problema yang dialami Madrasah Diniyah terlihat dari Tenaga Pengajar, Fasilitas, Waktu, dana dan organisasi Pengelola[20].

1. Pendanaan

Kesederhanaan dalam proses belajar mengajar di Madrasah adalah karena minimnya dana yang dimiliki, sebahagian besar Madrasah Diniyah hanya didanai dari dana Swasembada para Pendirinya serta dari Biaya dari iuran Murid-Murid yang tidak dapat dipastikan jumlahnya setiap bulan.[21] Tidak heran jika para guru di Madrasah Diniyah hanya menerima gaji berkisar Rp. 100.000 sampai 300.000 per bulannya. Keteguhan mereka untuk tetap mengajar merupakan panggilan hati yang ikhlas untuk tetap bertahan.

Menanggapi problema ini, maka beberapa Solusi yang dilakukan adalah dengan memberikan bantuan kepada Para Guru Madrasah Diniyah yang dilakukan oleh PEMDA setempat sesuai dengan Wilayahnya masing-masing. Salah satu Pemda yang melakukan hal tersebut adalah Pemkab dari pandeglang, Banten yang mengeluarkan Perda no 27 tahun 2007 tentang wajib diniyah[22]. Perda ini mewajibkan calon Siswa kelas 1 SLTP memiliki Ijazah Madrasah Diniyah. Untuk menunjang biaya operasional Madrasah Diniyah, Pemkab pandeglang telah manyalurankan dana Rp 4.5 Milliyar setara 0,67 persen dari total APBD 2008 yang mencapai Rp. 800 miliar[23].

Sedangkan untuk Wilayah Medan, PEMKO Medan telah memberikan Solusi berupa bantuan Dana Bagi Tenaga Pengajar Madrasah Diniyah sebesar 100.000 per bulan yang dapat diambil setiap 6 bulan dengan jumlah 600.000. Selain itu, problematika Madrasah Diniyah dari hal pendanaan juga diakibatkan minimnya jumlah pembayaran Iuran dari murid-murid yang hanya berkisar 10.000 hingga 25.000. Menanggapi Problema tersebut ada beberapa Madrasah Diniyah yang berani menaikkan jumlah pembayaran iuran bagi murid-murid seperti MDA desa Punggulan Kisaran yang mewajibkan Muridnya untuk membayar uang Iuran dengan jumlah Rp.45.000.

2. Tenaga Pengajar

Tenaga Pengajar merupakan salah satu faktor pendidikan yang amat penting, ukuran Tenaga Pengajar yang baik adalah kompetensi dan profesional. Tenaga Pengajar yang kompeten akan menuju kepada Pendidikan profesional dalam melaksanakan proses belajar mengajar.

Problema yang terjadi pada Tenaga Pengajar di Madrasah adalah masih terdapat tenaga Pengajar yang tidak ahli dan profesional dalam mengajarkan pelajaran, serta masih terdapat di beberapa Madrasah Diniyah Tenaga Pengajar yang hanya Lulusan SMA/Aliyah. Solusi dari permasalahan ini adalah membuat sebuah peraturan yang mengharuskan Tenaga Pengajar di Madrasah Diniyah harus lulusan Sarjana dan ahli dalam bidang agama tentunya.

3. Fasilitas dan sarana

Sarana dan Fasilitas merupakan sub sistem yang amat penting[24], permasalahan yang terjadi di Madarasah diniyah adalah kurangnya sarana dan fasilitas seperti Media Pelajaran, alat pelajaran, Perpustakaan, Buku dan lain sebagainya. Untuk mewujudkan sarana dan pra sarana pendidikan tersebut diperlukan dana yang memadai, namun seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa kendala yang terjadi adalah kurangnya dana dalam pengelolaan Madrasah Diniyah.

4. Waktu/Jam Pelajaran

Kurangnya waktu menjadi kendala dalam pelaksanaan pembelajaran di Madrasah diniyah. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa waktu pembelajaran yang dilaksanakan di Madrasah diniyah kurang lebih berkisar antara 2 jam sampai 3 jam dengan potongan waktu shalat dan bermain. Hal ini akan menjadi kendala di saat guru melakukan proses pembelajaran yang terkesan buru-buru. Untuk itu, solusi yang dapat dilakukan adalah keprofesionalan guru dalam memilih metode dan strategi pembelajaran yang mampu menyeimbangkan proses pembelajaran tersebut dengan waktu yang singkat, jika ini dilakukan dengan baik dan benar, maka kemungkinan besar akan tercapai sebuah pembelajaran sesuai dengan standart kompetensinya.

Selain itu, penambahan waktu juga merupakan Solusi terbaik sebagaimana yang dikatakan oleh Prof. Dr. Haidar Daulay dalam menanggapi problema waktu yang terjadi pada madrasah.[25]

I. Langkah Efektif dalam pengoptimalan Madrasah diniyah

Ada beberapa langkah efektif yang harus dicapai dalam mewujudkan madrasah diniyah yang berkualitas yaitu:[26]

1. Peningkatan kualitas akedemik dengan membekali siswa terhadap kemampuan Agama dengan baik dan benar

2. Sumber daya manusia dengan menyeleksi Guru-guru yang berkualitas serta manajemen yang optimal

3. Pemaksimalan peran. Selain pengumpulan dana sebagai pengendali mutu Madrasah diniyah, juga dibutuhkan penyumbang dana atau donatur yang turut serta membantu dalam hal pendanaan

4. Meningkatkan peran orang tua, dan masyarakat sekitar sebagai obyek sekaligus subyek pendidikan.



III. KESIMPULAN

Madrasah diniyah adalah salah satu lembaga pendidikan non formal yang memiliki peranan penting dalam pengembangan pembelajaran agama Islam. Dalam madrasah diniyah yang merupakan lembaga yang memiliki paying hokum yang legal tentunya kurikulum sudah diset oleh pemerintah yang tentu tidak secara baku. Dalam artian pelaksana pendidikan bisa mengekplorasi pembelajaran yang bersipat penyesuaian dengan lingkungannya. Penyesuaian kurikulum itu akan dilakukan pada madrasah diniyah di semua tingkatan: ula (awal), wusto (menangah), hingga ala (atas).

Dalam keadministrasian meliputi beberapa urusan diantaranya: urusan administrasi, urusab Kurikuler, Urusan kewargaan belajar, urusan saran dan prasrana, dan urusan Humas Dalam hal keorganisasiannya meliputi Kepala Madrasah Diniyah, Wali Kelas, Guru Pembimbing, BP3, guru mata pelajaran, tenaga kependidikanlainnya. Untuk menjadi Madrasah Diniyah yang ideal maka yang sangat diperlukan adalah memperhatikan keadministrasian yang mapan, kurikulum yang sudah dibakukan oleh pemerintah yang ditambahkan dengan ektrakulikuler yang disesuaikan dengan lingkungan belajar.

Klasifikasi Madrasah Diniyah ada dua (2) yaitu: 1). Madrasah Diniyah dalam bentuk pendidikan Formal seperti pendidikan dasar sederajat MI/SD yang terdiri atas 6 (enam) tingkat, pendidikan diniyah menengah pertama sederajat MTs/SMP yang terdiri atas 3 (tiga) tingkat serta pendidikan diniyah menengah atas sederajat MA/SMA yang terdiri atas 3 (tiga) tingkat dan 2). Madrasah Diniyah dalam bentuk pendidikan Non-Formal/Informal seperti: pengajian kitab, majelis taklim, pendidikan Al-Qur’an dan diniyah takmiliyah.

Terkait dengan kurikulum Madrasah Diniyah, dalam UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003, pendidikan diniyah termasuk jenis pendidikan keagamaan yang diatur pada pasal 30 yang terdiri dari (5) ayat dan pasal 36 dan 37 yang mengatur kurikulumnya.

Daftar Pustaka dan Footnote
Daftar Pustaka


Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, Jakarta: Rineka Cipta, 2009

A. Malik Fajar, Madrasah dan Tantangan Modernitas, Jakarta: Mizan, 1998

Mal An Abdullah dkk, Laporan Penelitian, Studi Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan Diniyah, Puslitbang Penda dan Keagamaan Balitbang Depag, 2003

Departemen Agama RI, Sejarah Perkembangan Madarsah, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998

Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999

Asrori S. Karni, Etos studi kaum santri: wajah baru pendidikan Islam, Jakarta: PT Mizan Publika, 2009

Undang-Undang Pendidikan Agama Dan Pendidikan Keagamaan Nomor 55 Tahun 2007, Bandung: Fokusmedia, 2008

M. Ishom Saha, Dinamika Madrasah Diniyah di Indonesia: Menelusuri Akar Sejarah Pendidikan Nonformal, Jakarta: Pustaka Mutiara, 2005

Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam, Bandung: Cita Pustaka, 2004

Nanang Fatchurochman, Madrasah: sekolah Islam Terpadu, Plus dan Unggulan Depok: Lendean Hati Pustaka, 2011


----------------------------
[1] Madrasah di Indonesia baru Populer setelah Awal abad ke 20. Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 21

[2] A. Malik Fajar, Madrasah dan Tantangan Modernitas (Jakarta: Mizan, 1998), h. 31

[3] Mal An Abdullah dkk, Laporan Penelitian, Studi Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan Diniyah, Puslitbang Penda dan Keagamaan Balitbang Depag, 2003, h. 3

[4] Departemen Agama, Sejarah Perkembangan Madarsah, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998, h. 30

[5] Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah (Jakarta: Diva Pustaka, 2004), hal. 14

[6] Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, h. 33

[7] Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 104

[8] Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, h. 119

[9] Asrori S. Karni, Etos studi kaum santri: wajah baru pendidikan Islam (Jakarta: PT Mizan Publika, 2009), h. 64

[10] Ibid. hlm: 42

[11] Himpunan Perundang-Undangan, Standar Nasional Pendidikan (Bandung: FokusMedia, 2008), h. 2

[12] Undang-Undang Pendidikan Agama Dan Pendidikan Keagamaan Nomor 55 Tahun 2007 (Bandung: Fokusmedia, 2008), h. 2

[13] Pendidikan dan Peraturan pemerintah no 73 tahun 1991 pasal 3, Pasal 22 ayat 3

[14] Mal An Abdullah dkk, Laporan Penelitian, Studi Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan Diniyah, h. 4

[15] M. Ishom Saha, Dinamika Madrasah Diniyah di Indonesia :Menelusuri Akar Sejarah Pendidikan Nonformal (Jakarta: Pustaka Mutiara, 2005), h. 42

[16] Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah, h. 91

[17] Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah, h. 92

[18] Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah, h. 119

[19] Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah, h. 102

[20] Haidar Putra Daulay, dinamika Pendidikan Islam (Bandung: Cita Pustaka, 2004), h. 93

[21] Nanang Fatchurochman, Madrasah: sekolah Islam Terpadu, Plus dan Unggulan (Depok: Lendean Hati Pustaka, 2011), h. 113

[22] Asrori S. Karni, Etos studi kaum santri: wajah baru pendidikan Islam, h. 71

[23] ibid

[24] Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam, h. 84

[25] Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam, h. 86

[26] Nanang Fatchurochman, Madrasah: sekolah Islam Terpadu, Plus dan Unggulan, h. 138-139

Jika Anda Tertarik untuk mengcopy Makalah ini, maka secara ikhlas saya mengijinkannya, tapi saya berharap sobat menaruh link saya ya..saya yakin Sobat orang yang baik. selain Makalah Problema dan Solusi Madrasah Diniyah, anda dapat membaca Makalah lainnya di Aneka Ragam Makalah. dan Jika Anda Ingin Berbagi Makalah Anda ke blog saya silahkan anda klik disini.Salam saya Ibrahim Lubis. email :ibrahimstwo0@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar